BPPD Tegaskan Tidak Ada Pajak 10 Persen untuk Pedang Beromzet Kecil

Ilustrasi (net)

GoSumsel – Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang melalui Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang menimalisir keresahan pengusaha Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang risau akan beban pajak sebesar 10 persen dari omzet penjualan.

Kepala BPPD Kota Palembang Sulaiman Amin menegaskan, pajak sebesar 10 persen hanya di berlakukan bagi rumah makan dan restoran yang beromzet besar.

Kebijakan baru untuk mendongkrak Pendapatan Asli Daerah (PAD) ini, tidak akan memberatkan apalagi mengulung tikar UMKM yang akan terus berkembang di Kota Palembang.

“Pajak 10% dikenakan kepada restorannya, bukan kepada pempek dan nasi bungkusnya dan itupun hanya restoran dan rumah makan yang beromzet besar saja,” tegas Sulaiman Amin, Sabtu (3/8).

Pajak 10 persen ini, katanya ada kriteria wajib pajak, seperti yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

“Sasaran pajak tersebut menyasar ke tempat usahanya, tidak diberlakukan secara keseluruhan seperti pempek dan makanan yang di bungkus (take away), tidak juga diterapkan bagi pengusaha kecil,” ungkapnya.

Bahkan dirinya menegaskan, Pemerintah Kota Palembang melalui visi dan misinya memiliki konsen yang tinggi untuk mendorong pengembangan UMKM seperti peminjaman modal tanpa agunan tanpa bunga kepada 4000 pelaku usaha kecil menengah di Kota Palembang.

Sulaiman menuturkan, beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi memberikan rekomendasi kepada Pemerintah Kota Palembang untuk memasang tapping box kepada sejumlah restoran dan rumah makan.

Tapping box itu sendiri merupakan sebuah alat untuk monitoring transaksi usaha secara online, dipasang di mesin kasir untuk menghitung setiap transaksi yang terjadi.

Rekomendasi ini muncul setelah KPK melihat adanya potensi kebocoran pajak restoran dan rumah makan di seluruh Indonesia, termasuk juga di Palembang.

“ Dengan pemasangan alat tersebut, diharapkan potensi kebocoran pajak dari para wajib pajak yang mengemplang pajak dapat diminimalisir,” katanya.

Dengan pemasangan alat tersebut, menurutnya jumlah transaksi dan besaran pajak yang harus disetorkan akan lebih transparan.

Selain itu pula, dengan penerapan sistem ini, antara pengusaha dan pegawai pajak tidak lagi berinteraksi langsung. Setoran pajak hasil perekaman tapping box langsung disetorkan kepada bank.

“Jangan sampai simpang-siurnya pemberitaan di masyarakat ditunggangi oleh para oknum pengusaha curang pengemplang pajak,” ujarnya.

Dijelaskannya, selama ini penerapan pajak sebesar 10 persen ini sudah diterapkan sejak 2018 lalu, hanya saja tidak efektif transparansi dari pengusahanya karena tidak ada alat yang langsung memantau besaran transaksi mereka, termasuk pajak restoran tertentu termasuk pajak pempek dan nasi bungkus.

“Namun pemasangan tapping box baru dilakukan Tahun 2019, atas rekomendasi KPK sebagai upaya mencegah kebocoran pajak,dan dalam pengenaan pajaknya kami juga melakukan survei dan analisa terlebih dahulu. Hanya rumah makan dan restoran yang sudah memenuhi kriteria sesuai aturan saja yang dikenakan pajak dan dipasang alat e.tax ,” ujarnya.(gS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *