Harga Turun, Biaya Ongkos Tinggi, Air Sungai Surut, Pengusaha Batubara Terancam Gulung Tikar

Tongkang Batubara yang terdampar diperairan Sungai Musi (dok Asosiasi)

GoSumsel – Harga Batubara yang saat ini terjun bebas di angka US$ 50, biaya angkut yang juga mahal di kisaran Rp 300 ribu/ton, ditambah semakin diperparah dengan kondisi debit air dari Sungai Musi yang saat ini sedang surut, membuat tongkang yang mengangkut batubara banyak yang terdampar dan tidak bisa melintas.

Dengan kondisi tersebut, membuat para pengusaha Batubara banyak yang menjerit. Hal tersebut diungkapkan Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Sumsel, Andi Asmara di ruang kerjanya, Kamis (29/8).

“Kita tidak bisa berbuat apa-apa saat air Sungai Musi seperti sekarang. Sebab dari laporan perusahaan dan jasa angkutan batubara, tongkang ini terdampar dan tidak bisa melanjutkan perjalanan karena debit sungai tidak bisa dilalui oleh kapal tongkang. Untuk saat ini, terbanyak di antara Pelabuhan SDJ-Titan,”jelasnya.

Karena itu, dirinya juga meminta ke pihak pemerintah untuk memperhatikan semua perusahaan pertambangan batubara yang ada. Pasalnya untuk jalur yang sekarang yang bisa dilalui dan melakukan loading di kawasan Gandus-Patratani dan Kertapati. Namun demikian, Pelabuhan Gandus dan Patra Tani tidak bisa memuat batubara. Hal ini terkait pelarangan penggunaan jalan negara untuk angkutan batubara dari Lahat dan Muara Enim.

“Kami minta Pemprov Sumsel bisa memberikan dispensasi untuk membuka kembali jalan negara untuk mengangkut batubara hingga jalur khusus untuk angkutan batubara ini rampung,”ungkapnya

“Pasalnya, sudah setahun terakhir nasib kami tidak menentu. Pada akhirnya banyak dari pihak kontraktor yang bertumbangan. Bila ini terus dibiarkan, lambat laun perusahaan tambangnya yang tutup. Semoga ini jadi perhatian dari Pemprov Sumsel,”sambungnya.

Apalagi diakuinya, selama ini perusahaan tambang batubara menjadi salah satu sektor yang menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) yang sangat besar bagi Sumsel. Sebab bila tidak, perusahaan ini akan tutup dan dampak yang paling atau tidak ingin terjadi adalah pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran akibat kondisi perusahaan yang terus rugi dan tidak mampu menutupi biaya operasional.

“Kita masih menunggu dan berharap agar ini jadi perhatian pemerintah. Apalagi hal ini sangat penting untuk keberlangsungan usaha dan investasi di Sumsel. Kalau tidak, bisa dibayangkan berapa banyak yang akan di PHK karena terus rugi dan tidak sanggup lagi bayar gaji karyawan,”tandasnya.(gS2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *