GoSumsel – Persoalan agraria di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel) tak kunjung tuntas, akibat pemerintah pusat maupun daerah, tidak serius untuk menyelesaikannya.
Hal itu diungkapkan Ketua DPW Gerakan Kebangkitan petani dan nelayan Indonesia (Gerbang Tani) Sumsel, Anwar Sadat, dalam acara diskusi yang bertema, PTPN VII Cinta Manis, konflik agraria dan kebakaran lahan yang tak kunjung tuntas, bertempat di Volume Cafe Resto dan Sosial House, Rabu (23/11) kemarin.
“PTPN VII Cinta Manis itu sejak 1982 berdiri di Sumsel, artinya sudah hampir 38 tahun ada. Tapi persoalan sengketa lahan milik petani sampai hari ini belum juga selesai. Hal itu dikarenakan pemerintah tidak serius, parahnya lagi sampai menelan korban. Tapi seolah-olah negara tidak hadir, kami sangat miris,” katanya.
Mantan Direktur WALHI Sumsel ini menjelaskan, selain persoalan lahan antara PTPN VII Cinta Manis dengan petani, di Sumsel juga langganan kebakaran lahan gambut yang diduga dilakukan oleh korporasi.
Ia melihat, pemerintah seolah tutup mata dengan persoalan tersebut, akibatnya masyarakat yang harus menjadi korban asap setiap tahun yang terus berulang.
“Sampai hari ini persoalan sengketa lahan, urusan sosial, agraria dan lainnya masih belum tuntas. Karena keresahan masyarakat selalu dijawab dengan kinerja yang tidak maksimal dari pemerintah,”ujarnya.
Perwakilan WALHI Sumsel, Yogi Surya Prayoga, mendesak agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel maupun pemerintah kabupaten (Pemkab) yang wilayahnya kebakaran lahan gambut bertanggungjawab atas musibah asap yang tidak kunjung terselesaikan di bumi Sriwijaya.
“Sumber asap ini ada dibeberapa kabupaten, seperti Ogan Ilir, Ogan Komering Ilir, Muba, dan daerah lainnya. Kami minta kebakaran lahan menjadi perhatian serius,” ujarnya.
Pengamat Politik Sumsel, Bagindo Togar Butarbutar mengatakan, persoalan agria merupakan persoalan kebijakan yang tidak tepat. Akibatnya pihak masyarakat tidak terpuaskan.
“Kita ketahui persoalan sengketa lahan antara PTPN VII Cinta Manis dan masyarakat sekitar terjadi sejak lama dan berlaurtut-larut. Tentu kalau kebijakan pemerintah tepat sasaran, akan selesai masalahnya. Itu terjadi karena pemerintah tidak mengakomodir keinginan yang berhak atas tanah itu,” ujarnya.
Berdasarkan data yang ia terima, sedikitnya ada 6 ribu hektar lebih lahan yang dikuasai PTPN VII yang bersengketa dengan rakyat atau petani.
“Untuk menyelesaikan persoalan ini, Pemerintah harus evaluasi dan tinjau kembali kebijakan yang sudah ada. Sehingga tidak menimbulkan komplik baru,” pungkasnya.(gS/riil)