GoSumsel – Pemerintah wajib menyediakan fasilitas-fasilitas pendukung dalam penyelenggaraan lalu lintas diantaranya fasilitas pejalan kaki berupa trotoar. Aturan pembanguan trotoar diatur dalam Pasal 45 ayat (2) UU LLAJ: a. Untuk jalan nasional, diselenggarakan oleh pemerintah pusat; b. Untuk jalan provinsi, diselenggarakan oleh pemerintah provinsi; c. Untuk jalan kabupaten dan jalan desa, diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten; d. Untuk jalan kota, diselenggarakan oleh pemerintah kota; e. Untuk jalan tol, diselenggarakan oleh badan usaha jalan tol.
Trotoar merupakan salah satu fasilitas pendukung penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan di antara fasilitas-fasilitas lainnya seperti: lajur sepeda, tempat penyeberangan pejalan kaki, halte, dan/atau fasilitas khusus bagi penyandang cacat dan manusia usia lanjut sebagaimana yang dikatakan dalam Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Namun sayangnya fasilitas pendukung layanan lalu lintas sebagaimana dimaksudkan dalam UU LLAJ diatas terkesan diabaikan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), hal itu tampak dalam alih fungsi trotoar yang dilakukan oleh Dishub Kabupaten OKU.
Trotoar yang berbeda tepat di depan Kantor Dishub OKU Jl HS Simanjuntak dibangun untuk dijadikan sebagai halte bus. Pembangunan halte bus tersebut mengorbankan hak pejalan kaki untuk mendapatkan fasilitas trotoar dari pemerintah.
Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten OKU Firmansyah saat ditemui di ruang kerjanya, menuturkan bahwa halte bus tersebut dibangun menggunakan dana dari program CSR Bank Sumsel Babel.
” Halte bus itu kita buat yang sesuai standar dan dibuat fasilitas untuk penyandang disabilitas,” terang Firman.
Menurut Firman halte bus itu dibangun diatas trotoar agar memudahkan penyandang disabilitas memanfaatkan layanan transportasi bus nantinya.
“Jadi penyandang disabilitas tidak kesulitan, tinggal didorong dari trotoar yang ada,” ucapnya.
Saat disinggung mengenai alih fungsi trotoar menjadi halte bus, menurut Firman tidak ada alih fungsi, karena trotoar tetap dapat digunakan. Namun saat ditanya apakah ada tangga yang menghubungkan ujung halte dengan trotoar Firman nampak sedikit kebingungan.
“Aku raso ado tanggo (saya rasa ada tangga -red), pelaksananya yang lebih tahu,” ujarnya sembari menyebut nama pelaksana pembangunan halte itu.
Terpisah salah satu tokoh pemuda Kabupaten OKU Josi Robet, S. Pd., saat diminta tanggapannya terkait pembangunan halte bus itu amat menyayangkan pembangunan itu.
Kawasan tersebut menurut Robet adalah kawasan padat saat anak sekolah masuk atau pulang sekolah, halte yang dibangun otomatia menghilangkan fungsi trotoar, maka akan berbahaya bagi pengguna jalan saat jam sibuk di jalur itu.
“Anak-anak pasti tidak dapat menggunakan trotoar, dan akan berbahaya bagi keselamatan mereka kalau meraka harus menggunakan bahu atau badan jalan pada saat jam sibuk di jalur itu,”kata Robet, Rabu (29/1).
Menurut Robet penting diketahui, ketersediaan fasilitas trotoar merupakan hak pejalan kaki yang telah disebut dalam Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ.
Lebih lanjut dikatakan Robet dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h UU LLAJ bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan, yang salah satunya berupa fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan. Ini artinya, sebagai salah satu fasilitas pendukung jalan, trotoar juga merupakan perlengkapan jalan. (syah)