Kantor Hukum Desri Nago Angkat Bicara Kasus di Tanjung Barangan

Kantor hukum Desri Nago, SH & rekan, berikan penjelasan terkait pasal 170 KUHP (foto : Manda)

GoSumsel – Kantor hukum Desri Nago, SH & rekan, angkat bicara terkait persoalan klien saudara Efsa Romli hidayat (34) terkait dugaan tuduhan pasal 170 KUHP oleh unit Pidum Polrestabes Palembang.

Desri nago, SH menyampaikan Kronologi di kecamatan Tanjung Barangan tempat melintas mobil batubara yang bukan kelas dan grade jalannya yang tertuang dalam undang-undang nomor 22 tahun 2009 yang menurut pendapat dari kantor hukum desri nago & rekan LSM dan aktifis, jalan tersebut bukanlah tempatnya untuk melintas dan bila perlu dipanggil ahli dirjen jalan dan dinas terkait

Selanjutnya, masyarakat sekitar merasa dengan kehadiran mobil-mobil besar di jalan Tanjung Barangan tersebut sangat mengganggu aktifitas serta sangat membahayakan, apabila dibiarkan dapat terjadi sesuatu yang membahayakan masyarakat apalagi aparat penegak hukum terus melakukan pembiaran

Di jalan Tanjung Barangan juga terdapat SDN 14 Palembang yang jalannya di lintasi mobil-mobil bermuatan besar sangat tidak etis dan tidak elok yang disertai dengan penggalian yang perizinannya tidak jelas dimana pemerintah kota Palembang berdiam diri seakan tidak peduli.

Saat ini, ketua ormas P2S (Putra putri Sriwijaya) , saudara. Efsa Romli hidayat (34) yang bulan lalu melakukan aksi damai mendapatkan kesepakatan bahwa mobil – mobil besar tersebut hanya diperbolehkan melewati jalan tanjung barangan dari jam 8 pagi hingga 5 sore, namun atas dugaan mafia tanah di kota Palembang yang berlindung dibalik konstitusi UU no. 98 mengajarkan kepada para sopir agar melawan masyarakat sehingga sopir di jadikan tumbal para mafia tanah tersebut.

“Kami melihat ada pelanggaran kesepakatan dari jam 8 pagi hingga 5 sore tersebut, dimana terpantau lewat dari jam 5 sore melintas mobil truk besar dan sang sopir melakukan perlawanan kepada masyarakat hingga terjadi percekcokan hingga tindak penganiayaan dengan kekerasan yang kemudian terjadilah tuduhan pasal 170 KUhP tentang pengeroyokan di unit Pidum Polrestabes Palembang”, ujarnya, Jum’at (24/4/2024)

Desri nago, SH mengatakan dari sini sudah terlihat rasa ketidakadilan dimana ketua ormas putra putri Sriwijaya saudara Efsa Romli hidayat (Ace) Atas kejadian percekcokan tersebut terjadi pelaporan ke Polrestabes Palembang tanggal 2 April 2024 atas nama Efsa CS yang menurut pandangan hukum bahwa Laporan pelapor D (sopir) yang selama satu bulan berjalan, diperbolehkan pihak kepolisian melakukan upaya paksa dengan langkah-langkah berdasarkan pasal 112 ayat 2 KUHP dimana orang yang dipanggil penyidik wajib datang, apabila terlapor tidak datang maka penyidik akan melakukan panggilan ulang dengan perintah kepada petugas agar membawa terlapor kepada penyidik.

Berdasarkan pasal 227 KUHP dimana klien kantor hukum desri nago & rekan An. Efsa CS yang dilaporkan pada tanggal 2 April 2024 tidak adanya pemanggilan dengan surat panggilan / surat lainnya, namun pada tanggal 22 April 2024 sdr. Efsa CS di jemput paksa oleh pihak kepolisian Polrestabes Palembang dengan alasan untuk dimintai keterangan.

Setelah sampai di Polrestabes, Sdr. Efsa diminta melakukan BAP (berita acara perkara) serta terjasi gelar perkara pada saat itu juga Tanpa mediasi dan tanpa dihadiri oleh terlapor yang secara formal gelar perkara harus dilakukan penyidik dengan menghadirkan pelapor dan terlapor, apabila salah satu tidak dihadirkan maka dapat dikatakan gelar perkara tersebut cacat hukum, namun pada saat itu juga sdr. efsa ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di Polrestabes Palembang sedangkan surat penahanannya diterima keesokan harinya oleh pihak Polrestabes Palembang.

“Kami disini meminta keadilan kepada Kapolda Sumsel dengan pelanggaran dalam hukum acara pidana tersebut dimana seharusnya dihadirkan terlapor dan pelapor dalam gelar perkara tersebut”, tambahnya.

Dalam pasal 170 KUHP tersebut juga dijelaskan mengenai hak-hak tersangka yang salah satunya ialah dalam hal penyelidikan dimana penyidik harus menjelaskan secara jelas hal apa saja yang menyebabkan tersangka di tangkap.

Selanjutnya untuk bukti visum yang dikeluarkan untuk pelapor, berdasarkan pasal 170 KUHP bahwa tersangka berhak mendapatkan hasil visum juga, namun pada kenyataannya hal tersebut dipersulit bagi tersangka.

Sedangkan untuk barang bukti lain berupa video warga mengenai pengeroyokan terhadap sopir yang sebenarnya warga tersebut berusaha untuk menghalau pelapor (sopir) karena telah melewati jam melintas mobil angkutan di jalan tanjung barangan tersebut yang menyebabkan gangguan dan ketertiban di tempat umum.

“Kami sudah berkoordinasi dengan pihak propam Polda Sumsel dimana atas kuasa pihak keluarga tersangka Sdr. efsa akan membuat laporan ke propam Polda Sumsel dan perlu dicatat bahwa aktifis, media, ormas, NKO, NGO Sumsel sudah menggalang kekuatan mencari keadilan karena menyangkut Marwah profesi kontrol sosial, jangan biarkan kantor hukum Desri & rekan berjuang sendirian atas nama keadilan karena kami bergerak berdasarkan undang-undang pasal 16 nomor 18 tahun 2003 bahwa advokat bergerak di lindungi undang-undang yang disahkan mahkamah agung oleh mahkamah konstitusi dan undang-undang”, pungkasnya.(Manda)