Seniman Palembang Gelar Panggung Donasi untuk Bencana Sumatera

GoSumsel – Suasana Kambang Iwak Park berubah menjadi ruang batin bersama pada Konser Amal Doa, Donasi, dan Aksi Seni, Sabtu–Minggu (27–28/12/2025).

Bukan sekadar taman kota, Kambang Iwak menjelma panggung terbuka tempat suara, gerak, dan kata para seniman menyatu sebagai doa dan solidaritas bagi korban banjir dan bencana alam di berbagai wilayah Sumatera.

Konser amal yang digagas Dewan Kesenian Palembang ini dibuka dengan momen simbolik: penjualan buku puisi Sajak yang Tersisa karya Heri Mastari. Sebanyak sepuluh buku berpindah tangan, dengan donasi perdana diberikan oleh Guntur Rana, dan seluruh hasil penjualan disalurkan untuk membantu korban bencana.

Ketua DKP Muhamad Nasir dalam sambutannya menegaskan bahwa konser ini merupakan sikap sosial insan seni. “Seni harus hadir sebagai empati yang nyata, bukan hanya tontonan,” ujarnya. Ia juga berharap pemerintah pusat menetapkan musibah banjir di Sumatera sebagai bencana nasional agar penanganannya lebih komprehensif.

Acara dibuka oleh tokoh pemuda Palembang Suparman Roman, yang juga pernah memimpin DKP. Hadir pula Pembina DKP Singgih Winarto, Ketua Gong Sriwijaya Cheirman, Ketua Kerukunan Keluarga Pedangdut Palembang (KKPP) Kgs M Riduan, perwakilan komunitas Kobar 9 Ali Goik, serta Beng Beng, Gubernur IBF Sumsel.
Puisi yang Menggugat, Seni yang Menggetarkan.

Salah satu penampilan yang paling menyita perhatian datang dari Tarech Rasyid, yang membacakan puisi bertema banjir dan longsor 2025. Dalam larik-lariknya, Tarech menyoroti kerusakan hutan, keserakahan oligarki, serta kritik tajam terhadap cara pandang antroposentris yang menempatkan manusia sebagai pusat segalanya.

Ia menggambarkan banjir bandang dan longsor sebagai “darah dan nanah yang muncrat dari perut bumi yang luka”—sebuah peringatan keras atas krisis ekologis di Sumatera.

Bersama Anto Narasoma dan Heri Mastari, pembacaan puisi menjadi pembuka yang tenang namun menghunjam, menghadirkan kisah tentang air yang meluap, rumah yang terendam, dan harapan yang tak ikut hanyut.

Dongeng, Musik, dan Gerak Tubuh
Di sela puisi, Mas Inug menghidupkan dongeng kemanusiaan yang ringan namun sarat makna, menarik perhatian anak-anak hingga orang dewasa. Dari sisi musik, Zulfikri dan vokal lembut Alila Najwa menyuguhkan akustik bernuansa reflektif yang membungkus taman dengan keheningan penuh makna.

Gerak tubuh berbicara lewat penampilan Sanggar Kharisma, yang menghadirkan tari tradisi dengan komposisi anggun. Sementara itu, atraksi atlet dari Ikatan Olahraga Dansa Indonesia (IODI) menyuguhkan presisi, stamina, dan semangat bangkit, menambah energi di tengah suasana haru.

Pedangdut dari KKPP turut menghibur pengunjung taman dengan lagu-lagu populer. Tanpa sekat, panggung dan penonton melebur, sementara kotak donasi terus beredar dari tangan ke tangan.

Pada Hari ini, Minggu (28/12/2025) panggung kembali hidup. Gong Sriwijaya menguatkan nuansa tradisi, disusul KPJ, Randi Batanghari 9, dan Rejung Pesirah yang membawa warna etnik dan kontemporer. Puisi kembali bergaung lewat Vebri Al Lintani dan Anwar Puta Bayu, sementara Maritza Yozza Sandrina memadukan dongeng dan puisi dengan gaya naratif yang hangat.

Gelombang hiburan ditutup oleh Studio 12, Tanjack Kultur, Bucu Band, RMK, dan Iwan KPJ, menjadikan hari penutup sebagai perayaan solidaritas.

Dipandu MC Yosef, Ketua KCFI Sumsel, acara berlangsung cair, akrab, dan transparan dalam penggalangan donasi. Donasi yang terkumpul akan disalurkan kepada korban bencana di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Konser ini menegaskan bahwa seni tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga sebagai medium solidaritas sosial. Dari Kambang Iwak Park, doa dan donasi mengalir untuk Sumatera, dan seni membuktikan bahwa empati dapat dinyalakan, lalu dijaga bersama.(Epen Permata)